[Film Review] The Garden of Words
Maret 27, 2016
"Narukami no sukoshi toyomite (A faint clap of thunder)
sashi kumori (Clouded skies)
Ame mo furanu ka? (Perhaps rain comes)
Kimi wo todomemu (If so, will you stay here with me?)"
itu
adalah sepenggal Tanka
(semacam karya sastra klasik Jepang) yang dilontarkan oleh Yukino
Yukari pada Akizuki Takao saat mereka pertama kali bertemu. The
Garden of Words, sebuah film animasi karya Shinkai Makoto sensei
ini menceritakan tentang dua insan lawan jenis yang dipertemukan oleh
hujan. Film berdurasi sekitar 45 menit ini merupakan karya Shinkai
sensei yang release di
tahun 2013. Shinkai sensei
mengambil Shinjuku dan Taman Shinjuku sebagai latar utama dalam
filmnya. Supaya kalian enggak makin penasaran, ayo langsung aja kita
baca plot-nya.
Hujan
di pagi hari pasti akan selalu membuat Akizuki Takao bolos sekolah
dan kemudian pergi ke sebuah taman besar di Shinjuku, Shinjuku Gyoen.
Di sanalah ia bertemu dengan dengan seorang wanita berambut pendek
dengan setelan kerja sedang duduk di gazebo taman sambil minum
sekaleng bir. Saat rintik hujan terus mengguyur, Akizuki menyibukkan
dirinya membuat sketsa desain sepatu di atas buku catatan sementara
si wanita berambut pendek masih asik menenggak bir sambil makan
coklat. Awalnya Akizuki tak menghiraukan wanita itu, akan tetapi lama
kelamaan, ia merasa familiar dengan wajah wanita itu. Di ujung
perjumpaan mereka di taman itu, wanita cantik berambut pendek itu
iba-tiba melontarkan sebuah Tanka yang cukup membuat Akizuki
terheran.
Hari-hari
hujan terus berlanjut dan dua orang itu pun semakin sering bertemu di
taman itu. Keduanya semakin dekat namun juga masih belum mengetahui
nama mereka dan latar belakang apa yang mereka bawa. Akizuki selalu
bercerita pada wanita itu tentang obsesinya menjadi seorang pembuat
sepatu, membagi bekal makan siangnya, dan bahkan akhirnya dia
memutuskan untuk membuatkan sepatu untuk si wanita. Di sisi lain
wanita berambut pendek ini begitu tertutup. Dia sama sekali tidak
pernah bercerita soal pekerjaannya, tentang kehidupannya, bahkan
namanya pun tidak diberitahukannya pada Akizuki. Hal yang pernah dia
ceritakan pada Akizuki hanyalah tentang dirinya yang saat itu sedang
berusaha untuk 'berjalan lagi dengan kakinya sendiri'
hari-hari
hujan di daerah Kanto berakhir dan berganti dengan musim panas yang
begitu terik. Tidak ada lagi acara bolos sekolah di pagi hari bagi
Akizuki. Kini dunianya disibukkan dengan sekolah, pekerjaan rumah,
dan kerja sambilan. Tanpa disadari Akizuki merindukan hari-hari hujan
dan dia pun merindukan wanita itu. Sampai suatu ketika, di akhir
musim panas, Akizuki berjumpa kembali dengan wanita rambut pendek
itu. Namun kali ini perjumpaan mereka bukanlah di taman kota Shinjuku
namun di sekolah.
Keduanya
sama-sama terkejut begitu mereka bertemu di tempat yang tak
disangka-sangka. Dari situlah Akizuki baru sadar bahwa wanita itu
ternyata adalah Yukino Yukari, seorang guru Sastra Klasik Jepang yang
pernah sesekali mengajar di kelasnya. Sebetulnya dari awal Yukino
sudah tahu bahwa Akizuki adalah murid disekolahnya. Namun Yukino
hanya diam seribu bahasa dan tak pernah membicarakan hal tersebut
pada Akizuki. begitu disibukkan dengan dunia kecilnya, membuat
akizuki menjadi kurang peka dengan permasalahan yang terjadi di
sekolah. Sampai saat pertemuannya dengan Yukino di sekolah, Akizuki
sama sekali tidak tahu bahwa di sekolahnya ternyata telah beredar
rumor tidak mengenakkan soal Yukino. Akizuki juga tidak pernah tahu
bahwa ternyata Yukino sudah cukup lama memiliki masalah yang pelik
dengan beberapa murid kelas 3. Wanita yang selalu ditemuinya di Taman
Shinjuku saat hari hujan itu ternyata telah cukup lama hidup dalam
tekanan dan depresi.
Kenyataan
yang telah diketahuinya tidak lantas membuat Akizuki lari. Dirinya
masih setia menyimpan rasa pada Yukino. Di sisi lain Yukino juga
merasakan hal yang sama namun masih belum mau mengakuinya. Kenyamanan
dan keamanan yang dirasakan oleh Yukino setiap kali berada di dekat
Akizuki pun ternyata juga sudah berubah menjadi sebuah rasa cinta.
Yukino betul-betul merasa telah terselamatkan dari ketakutan dan
pahitnya dunia luar.
The
Garden of Words, menyuguhkan cerita manis namun juga tidak terlalu
manis (*apa sih hehe). Dalam film ini, Shinkai sensei tidak
melulu hanya berbicara soal cinta, tapi juga ambisi, kesendirian,
keluarga, rahasia, ketakutan, kebohongan, dan tentu saja hujan.
Menurut saya semuanya terasa pas dari segi ide cerita, setting, dan
juga karakter tokoh-tokohnya. Akan tetapi harus saya akui memang saat
ditengah-tengah film, saya agak merasa bosan karena alur ceritanya
yang agak terasa lamban.
Dari segi grafis, gambar animasi yang dibuat oleh Shinkai sensei
ini memang betul-betul jempolan.
Saat menonton film ini, yang membuat saya kagum pertama kali adalah
bagaimana Shinkai sensei
membuat berbagai detail-detail kecil di setiap framenya. Angle
dan lightning yang
digunakan betul-betul sempurna. Saat menonton The Garden of Words,
penonton akan disuguhi berbagai latar yang terasa begitu hidup.
Rasanya begitu menyenangkan melihat rintik-rintik air hujan ataupun
daun-daun mapple yang bergoyang tampak seperti aslinya.
Yukino dan Akizuki,
kedua tokoh utama ini telah membuat saya jatuh cinta. Sifat,
Karakter, dan kebisaaan mereka digambarkan begitu pas dan saling
melengkapi. Akizuki, umurnya masih 15 tahun tapi karakternya begitu
dewasa, mandiri, dan bertanggung jawab sedangkan Yukino umurnya sudah
27 namun dirinya agak kekanakkan, polos, dan cuek. Yukino begitu
tertutup sedangkan Akizuki begitu terbuka. Akizuki sangat pandai
memasak namun Yukino sama sekali tidak bisa memasak. Yukino
memutuskan untuk kembali belajar 'berjalan dengan kakinya sendiri'
sedangkan Akizuki memutuskan untuk membuat sepatu yang bisa membuat
Yukino mampu 'berjalan' dan bangkit lagi. Yang paling penting dari
semuanya adalah mereka berdua sama-sama menyukai hari hujan.
Tokoh
Yukino diisi suara oleh Kana Hanazawa sedangkan tokoh Akizuki diisi suara oleh Miyu Irino. saya pribadi suka sekali dengan karakter suara Yukino yang
dibawakan oleh Kana Hanazawa Suaranya terdengar lembut dan renyah layaknya
suara seorang wanita muda yang cantik :). dialog-dialog yang
disajikan dalam film ini kadang mengandung makna-makna tersirat yang
mungkin membuat penonton bingung ataupun bertanya-tanya sendiri.
Monolog- monolognya terasa manis dan puitis namun tidak cheesy.
Di sela-sela dialog ataupun
monolog kadang penonton akan disuguhi dengan musik latar berupa musik
dari instrumen piano yang menyegarkan dan gak neko-neko.
Ada
beberapa adegan yang menjadi adegan favorit saya dalam film ini.
Salah satunya adalah adegan pada saat Akizuki memutuskan untuk
membuatkan sepatu untuk Yukino. Dalam adegan itu tidak ada dialog
antar tokoh. Hanya ada musik latar yang mengiringi. Sementara itu
Akizuki dengan hati-hati mengukur kaki Yukino dengan peralatannya.
Di akhir adegan itu terdapat monolog Akizuki tentang dirinya yang
tidak tahu apa-apa soal Yukino. Menurut saya Shinkai sensei
telah mengambarkan bahasa tubuh
yang kuat dan menyentuh dalam adegan tersebut. Saya juga menyukai
frame-frame transisi yang ada di film tersebut seperti pemandagan
kota Shinjuku ataupun langit berawan yang digambarkan secara apik.
Lewat
filmnya kali ini Shinkai sensei ingin
menyampaikan pesan penting kepada para penontonnya untuk jangan
pernah merasa sendirian dan kesepian. Shinkai sensei
menyentuh penontonnya untuk
terus berusaha bangkit meskipun dalam kondisi terpuruk. Pemilihan
Shinjuku Gyoen sebagai
latar utama bukan karena tanpa alasan. Taman Shinjuku merupakan
sebuah taman kota terbesar di dunia yang memiliki banyak sejarah.
Akan tetapi paru-paru kota Tokyo ini beberapa kali pernah terancam
rusak karena gempa bumi. Karena hal itulah Shinkai sensei berpikir
untuk mengabadikan taman tersebut dalam filmnya agar kelak jika
terjadi sesuatu pada taman tersebut setidaknya masyarakat masih bisa
melihat situs bersejarah tersebut meskipun hanya dalam bentuk
animasi.
Pada
umumnya di akhir film, penonton akan disuguhi oleh credits
dengan latar berwarna hitam yang membosankan. Akan tetapi hal ini
berbeda dengan The Garden of Words, dalam film ini justru penonton
akan disuguhi credits dengan
latar trasisi musim di Shinjuku dan
tentu saja dilengkapi dengan soundtrack
dari Motohiro Hata berdjudul 'Rain'. Jangan buru-buru menghentikan
sesi menonton anda, nikmati saja dulu Soundtracknya
karena setelah itu masih ada adegan penutup yang manis.
Pada
intinya, Film ini cukup membuat saya tersentuh dan puas. Ide
ceritanya tidak muluk-muluk dan segar. Pesan di film ini bagus sekali
dan saya sangat suka style Shinkai
sensei dalam membuat
animasi. Beberapa kekurangan yang ada di film ini diantaranya film
ini agak membosankan di tengah dan pada saat-saat awal, ceritanya
agak mudah ditebak. Banyak orang berpikir bahwa Anime
hanyalah tontonan bagi anak kecil, namun untuk film karya Shinkai
Makoto yang satu ini rasanya kurang pas jika disebut tontonan anak
kecil. Anime yang satu
ini betul-betul menghadirkan cerita yang terasa dewasa dengan dialog
dan monolog yang mungkin akan sulit dimengerti oleh anak kecil. Bagi
drama lovers, film ini
akan sangat cocok untuk kalian dan sangat sempurna ditonton sendirian
di kala hari hujan sambil menikmati segelas kopi. Selamat menonton
kawan-kawan!
0 komentar